Era berakhirnya Perang Dunia II ditandai dengan
munculnya hegemoni Amerika Serikat. Negara-negara Eropa banyak yang kolaps dan
hancur terkena dampak masif dari perang. Kepemimpinan Amerika Serikat kemudian
dibutuhkan untuk membantu negara-negara Eropa keluar dari krisis. Sebagai
negara yang ekonominya paling stabil dan wilayahnya tidak menjadi battleground
membuat Amerika dipaksakan untuk menjadi hegemon demi perbaikan keadaan
negara-negara di dunia.
Sebagai respon atas permintaan tersebut maka
dibentuklah perjanjian Bretten Woods pada tahun 1944. Sistem Bretten Woods
menyalurkan keuntungan berupa : pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran
rendah, dan harga yang stabil (Frieden,2006:279). Jepang kemudian muncul
sebagai salah satu contoh sukses Bretten Woods. Orang-orang Jepang belajar
metode baru, menciptakan industri baru, mencari pasar ke luar negeri, dan
dengan cepat menjadi kekuatan utama dalam perdagangan internasional
(Frieden,2006:279). Pemerintahan Jepang juga mendukung percepatan pertumbuhan
ini dengan cara keringanan pajak, pemberian subsidi, pinjaman murah dan
berbagai bantuan lainnya. Dengan cara ini maka pasar domestik tumbuh
spektakuler setelah sebelumnya terkena dampak perang. Pada 1973 GDP Jepang
meningkat sampai level yang menyamai Eropa dan Amerika Serikat tahun 1963.
Di Amerika Serikat sendiri bukannya terjadi
perlambatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi masih sangat baik namun masih kalah
tajam jika dibandingkan dengan kebangkitan Jepang dan Eropa. Simbol kemakmuran
Amerika kemudian terlihat pada banyaknya mobil yang diproduksi dan berkeliaran
di jalan-jalan Amerika. Pada 1950-an ada lebih dari 40 juta mobil di jalan
(Frieden,2006:281). Di Eropa sendiri konsumsi akan teknologi mulai meningkat.
Orang-orang Eropa mulai menggunakan lemari es, mesin cuci dan televisi. Hal ini
menunjukkan bahwa daya beli masyarakat meningkat, kebutuhan sekunder mulai
dapat dipenuhi.
Pada 1948 sampai 1973 jutaan penduduk di Jepang dan
Eropa mulai meninggalkan pertanian (Frieden,2006:282). Inefisiensi dan
rendahnya gaji membuat buruh beralih dari agrikultur menjadi pekerja manufaktur
dan menawarkan jasa. Keadaan di Amerika pada masa itu juga berubah dimana
sebelum Perang Dunia II Amerika tidak tertarik pada barang-barang dan investasi
asing. Setelah Perang Dunia II baru beralih pada masuknya barang impor dan
secara antusias mulai menggalakkan ekspor.
Bretten Woods salah satunya kemudian sangat
mempengaruhi bentuk perdagangan yang berlaku antar negara. Selama 1948 -1973
kejayaan sistem Bretten Woods melibatkan perdagangan bebas, nilai mata uang
stabil, and level tinggi investasi internasional (Frieden,2006:287). Perdagangan
bebas kemudian diangggap sebagai kerberhasilan utama sistem Bretten Woods.
General Agreement of Tariffs and Trade (GATT) menjadi pilar utama sistem
Bretten Woods. Setelah enam bulan negosiasi, anggota GATT menandatangani
lebih dari seratus perjanjian, mempengaruhi lebih dari empat puluh lima ribu
tarif yang meng-cover setengah dari perdagangan dunia
(Frieden,2006:288). Dengan adanya perdagangan bebas maka perdagangan dunia
meledak setelah 1950. Selama dua puluh lima tahun pertama paska-perang, volume
perdagangan dunia berlipat ganda setiap sepuluh tahun (Frieden,2006:289). Namun
keberhasilan perdagangan bebas ini tidak lantas diikuti oleh semua negara.
Negara-negara baru di Afrika, Asia, dan Karibia lebih mengandalkan proteksi
perdagangan untuk membangun pasarnya.
Dalam hubungan moneter Bretten Woods juga dianggap
sukses. Pada mulanya Eropa dan Jepang terlalu lemah untuk kembali dikonversi
menjadi emas. Sampai tahun 1958 ekonomi dunia kemudian mengacu pada dollar.
Tahun 1958 sampai 1971 kemudian sistem moneter internasional mengacu pada
1 dolar senilai 1/35 ons emas atau sering disebut dengan fixed exchange
rates. Dengan sistem ini maka pemerintah dapat merubah nilai mata uangnya
ketika dibutuhkan.
International Bank for Reconstruction and
Development (IBRD) atau Bank Dunia sebagai salah satu hasil dari Bretten Woods
pada mulanya tidak berfungsi. Misi rekonstruksi Bank Dunia telah digantikan
oleh Marshall Plan dan kecepatan yang tak terduga pemulihan paska-perang
(Frieden,2006:292). Setelah lima belas tahun barulah mereka mulai untuk
meminjamkan dana kepada negara berkembang. Pada periode paska-perang ini
investasi internasional kebanyakan terkonsentrasi pada pinjaman luar negeri.
Amerika Serikat sebagai negara yang ekonominya paling stabil kemudian menjadi
pemberi pinjaman.
Investasi di Amerika Serikat kemudian terus tumbuh.
Pada 1950 investasi perusahaan multinasional meningkat dua kali lipat dari
sebelum perang. Investasi langsung luar negeri Amerika Serikat kemudian mulai
berkembang sampai ke negara-negara maju di Eropa dan Jepang. Pada 1973
perusahaan multinasional telah menginvestasikan dua ratus juta dollar di
seluruh dunia, separuhnya berasal dari Amerika Serikat (Frieden,2006:293).
Dari penjelasan singkat review dari Jeffry Frieden
diatas maka dapat disimpulkan bahwa Bretten Woods membawa dampak yang sangat
baik bagi perkembangan ekonomi negara-negara paska Perang Dunia. Negara Eropa
yang pada umumnya terkena krisis yang cukup parah kemudian dapat bangkit
kembali dengan bantuan Amerika Serikat. Terbukti dengan tumbuhnya ekonomi Eropa
dan juga Jepang ketika mereka manganut perdagangan bebas yang menjadi dasar
dari sistem Bretten Woods. Namun, penulis disini mencatat bahwa keberhasilan
ekonomi yang dipaparkan Frieden terbatas pada negara Eropa dan Jepang.
Negara-negara berkembang yang bersikap proteksionisme kemudian cenderung tidak
dapat menikmati keuntungan perdagangan bebas. Memang pihak yang mendukung
liberalisasi pasar kemudian menyalahkan sikap proteksionisme negara berkembang.
Namun sebenarnya tidak ada jaminan bahwa semua negara yang mengikuti sistem ini
akan berubah makmur. Jepang dan Eropa yang sudah maju pemikirannya tentu saja
lebih mudah memanfaatkan situasi, hal ini tentu saja berbeda dengan negara
berkembang yang baru merdeka dan belum memiliki sistem yang kuat. Terakhir,
penulis ingin menyimpulkan bahwa Bretten Woods yang menghasilkan perdagangan
bebas melalui lembaga yang dilahirkannya seperti IMF, WTO hanya menguntungkan
negara-negara maju.
Sumber :
Frieden, Jeffry A. 2006. Global Capitalism: Its
Fall and Rise in the Twentieth Century. W.W. Norton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar