Kamis, 04 Desember 2014

Kejayaan Bretten Wood


Era berakhirnya Perang Dunia II ditandai dengan munculnya hegemoni Amerika Serikat. Negara-negara Eropa banyak yang kolaps dan hancur terkena dampak masif dari perang. Kepemimpinan Amerika Serikat kemudian dibutuhkan untuk membantu negara-negara Eropa keluar dari krisis. Sebagai negara yang ekonominya paling stabil dan wilayahnya tidak menjadi battleground membuat Amerika dipaksakan untuk menjadi hegemon demi perbaikan keadaan negara-negara di dunia.
Sebagai respon atas permintaan tersebut maka dibentuklah perjanjian Bretten Woods pada tahun 1944. Sistem Bretten Woods menyalurkan keuntungan berupa : pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran rendah, dan harga yang stabil (Frieden,2006:279). Jepang kemudian muncul sebagai salah satu contoh sukses Bretten Woods. Orang-orang Jepang belajar metode baru, menciptakan industri baru, mencari pasar ke luar negeri, dan dengan cepat menjadi kekuatan utama dalam perdagangan internasional (Frieden,2006:279). Pemerintahan Jepang juga mendukung percepatan pertumbuhan ini dengan cara keringanan pajak, pemberian subsidi, pinjaman murah dan berbagai bantuan lainnya. Dengan cara ini maka pasar domestik tumbuh spektakuler setelah sebelumnya terkena dampak perang. Pada 1973 GDP Jepang meningkat sampai level yang menyamai Eropa dan Amerika Serikat tahun 1963.
Di Amerika Serikat sendiri bukannya terjadi perlambatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi masih sangat baik namun masih kalah tajam jika dibandingkan dengan kebangkitan Jepang dan Eropa. Simbol kemakmuran Amerika kemudian terlihat pada banyaknya mobil yang diproduksi dan berkeliaran di jalan-jalan Amerika. Pada 1950-an ada lebih dari 40 juta mobil di jalan (Frieden,2006:281). Di Eropa sendiri konsumsi akan teknologi mulai meningkat. Orang-orang Eropa mulai menggunakan lemari es, mesin cuci dan televisi. Hal ini menunjukkan bahwa daya beli masyarakat meningkat, kebutuhan sekunder mulai dapat dipenuhi.
Pada 1948 sampai 1973 jutaan penduduk di Jepang dan Eropa mulai meninggalkan pertanian (Frieden,2006:282). Inefisiensi dan rendahnya gaji membuat buruh beralih dari agrikultur menjadi pekerja manufaktur dan menawarkan jasa. Keadaan di Amerika pada masa itu juga berubah dimana sebelum Perang Dunia II Amerika tidak tertarik pada barang-barang dan investasi asing. Setelah Perang Dunia II baru beralih pada masuknya barang impor dan secara antusias mulai menggalakkan ekspor.
Bretten Woods salah satunya kemudian sangat mempengaruhi bentuk perdagangan yang berlaku antar negara. Selama 1948 -1973 kejayaan sistem Bretten Woods melibatkan perdagangan bebas, nilai mata uang stabil, and level tinggi investasi internasional (Frieden,2006:287). Perdagangan bebas kemudian diangggap sebagai kerberhasilan utama sistem Bretten Woods. General Agreement of Tariffs and Trade (GATT) menjadi pilar utama sistem Bretten Woods. Setelah enam bulan negosiasi, anggota GATT  menandatangani lebih dari seratus perjanjian, mempengaruhi lebih dari empat puluh lima ribu tarif yang meng-cover setengah dari perdagangan dunia (Frieden,2006:288). Dengan adanya perdagangan bebas maka perdagangan dunia meledak setelah 1950. Selama dua puluh lima tahun pertama paska-perang, volume perdagangan dunia berlipat ganda setiap sepuluh tahun (Frieden,2006:289). Namun keberhasilan perdagangan bebas ini tidak lantas diikuti oleh semua negara. Negara-negara baru di Afrika, Asia, dan Karibia lebih mengandalkan proteksi perdagangan untuk membangun pasarnya.
Dalam hubungan moneter Bretten Woods juga dianggap sukses. Pada mulanya Eropa dan Jepang terlalu lemah untuk kembali dikonversi menjadi emas. Sampai tahun 1958 ekonomi dunia kemudian mengacu pada dollar. Tahun 1958 sampai 1971 kemudian sistem moneter internasional mengacu pada  1 dolar senilai 1/35 ons emas atau sering disebut dengan fixed exchange rates. Dengan sistem ini maka pemerintah dapat merubah nilai mata uangnya ketika dibutuhkan.
International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) atau Bank Dunia sebagai salah satu hasil dari Bretten Woods pada mulanya tidak berfungsi. Misi rekonstruksi Bank Dunia telah digantikan oleh Marshall Plan dan kecepatan yang tak terduga pemulihan paska-perang (Frieden,2006:292).  Setelah lima belas tahun barulah mereka mulai untuk meminjamkan dana kepada negara berkembang. Pada periode paska-perang ini investasi internasional kebanyakan terkonsentrasi pada pinjaman luar negeri. Amerika Serikat sebagai negara yang ekonominya paling stabil kemudian menjadi pemberi pinjaman.
Investasi di Amerika Serikat kemudian terus tumbuh. Pada 1950 investasi perusahaan multinasional meningkat dua kali lipat dari sebelum perang. Investasi langsung luar negeri Amerika Serikat kemudian mulai berkembang sampai ke negara-negara maju di Eropa dan Jepang. Pada 1973 perusahaan multinasional telah menginvestasikan dua ratus juta dollar di seluruh dunia, separuhnya berasal dari Amerika Serikat (Frieden,2006:293).
Dari penjelasan singkat review dari Jeffry Frieden diatas maka dapat disimpulkan bahwa Bretten Woods membawa dampak yang sangat baik bagi perkembangan ekonomi negara-negara paska Perang Dunia. Negara Eropa yang pada umumnya terkena krisis yang cukup parah kemudian dapat bangkit kembali dengan bantuan Amerika Serikat. Terbukti dengan tumbuhnya ekonomi Eropa dan juga Jepang ketika mereka manganut perdagangan bebas yang menjadi dasar dari sistem Bretten Woods. Namun, penulis disini mencatat bahwa keberhasilan ekonomi yang dipaparkan Frieden terbatas pada negara Eropa dan Jepang. Negara-negara berkembang yang bersikap proteksionisme kemudian cenderung tidak dapat menikmati keuntungan perdagangan bebas. Memang pihak yang mendukung liberalisasi pasar kemudian menyalahkan sikap proteksionisme negara berkembang. Namun sebenarnya tidak ada jaminan bahwa semua negara yang mengikuti sistem ini akan berubah makmur. Jepang dan Eropa yang sudah maju pemikirannya tentu saja lebih mudah memanfaatkan situasi, hal ini tentu saja berbeda dengan negara berkembang yang baru merdeka dan belum memiliki sistem yang kuat. Terakhir, penulis ingin menyimpulkan bahwa Bretten Woods yang menghasilkan perdagangan bebas melalui lembaga yang dilahirkannya seperti IMF, WTO hanya menguntungkan negara-negara maju.
Sumber :

Frieden, Jeffry A. 2006. Global Capitalism: Its Fall and Rise in the Twentieth Century. W.W. Norton. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar