Dewasa ini isu-isu ekonomi-politik kerap dikaitkan dengan adanya hubungan
antara negara dengan Multinational Corporation (MNC) atau kerap
disebut sebagai Perusahaan Multi Nasional (PMN). MNC merupakan sebutan bagi
perusahaan yang telah memiliki area operasional perusahaan di lebih dari satu
negara. Disini perusahaan memiliki area perdagangan yang luas, dimana
aktivitasnya tidak hanya memasok barang ke dalam pasar-pasar di negara mereka
tetapi juga terjun langsung melayani pasar di luar negeri. MNC tidak hanya
dikarakteristikkan dengan operasionalisasi perusahaan di berbagai negara saja,
tetapi juga mempunyai sistem manufaktur, pengembangan produk, pemasaran,
pembelian, dan manajemen yang bersifat global. Di dalam konstelasi
perekonomian-politik dunia dewasa ini, MNC memang dipandang sebagai sebuah
tahapan logis dalam suatu evolusi perusahaan kapitalis. Kemunculan MNC ini kemudian
dianggap sebagai sebuah tahapan dimana sebuah perusahaan, jika diibaratkan
sebagai bunga, maka ia telah mencapai masa merekahnya. Hal ini juga didukung
oleh the law of motion of capitalism yang diungkapkan oleh Marx,
dimana perusahaan bisnis memiliki tiga karakter utama, yakni ekspansi
investasi, konsentrasi kekuatan korporasi, dan penguasaan pertumbuhan pasar
dunia. Pertumbuhan pasar dunia dapat terpenuhi ketika sebuah perusahaan telah
mencapai titik kenyamanan di dalam aspek modalnya, yang kerap disebut sebagai
monopoli kapitalisme atau kapitalisme kompetitif (Magdoff, 1978: 165-7). Sebuah
perusahaan dikatakan sebagai MNC ketika memiliki tiga atribut tersebut.
Seperti
yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya bahwa dalam the law of motion
of capitalism terdapat ekspansi investasi, investasi luar negeri ini
sendiri terlihat geliat kemunculannya pada akhir abad ke-19, yang merupakan
fase pembangunan. Sebagai pengantarnya, pada awal fase banyak host industri
yang bermunculan dengan teknologi-teknologinya. Kemudian, industri-industri
semakin bbergantung pada sains untuk mengembangkan teknologi mereka. Setelah
itu, fase ini akan sampai pada tahapan dimana kemunculan industri baru
mengakibatkan meningkatnya permintaan akan bahan mentah yang berdampak pada
adanya eksplorasi wilayah. Selanjutnya, di samping peningkatan kemajuan
teknologi, perkembangan transportasi juga memberi dampak pada integrasi baru
dalam pasar dunia. Dan yang terkahir adalah masuknya negara sebagai stimulan,
pemberi pengaruh, dan mendia dalam konflik antar korporasi atau perusahaan
besar (Magdoff, 1978: 167-8).
Sebenarnya
kemunculan MNC ini telah terlihat sejak abad pertengahan, naun perkembangan
pesat MNC ini semkain terlihat pasca Perang Duni II dimana industri dunia
setelah Perang Dunia II berakhir banyak yang menurun bahkan hancur dan kemudian
Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara yang memiliki stabilitas ekonomi
terkuat. Hingga pada tahun 70-an, AS tercatat sebagai negara yang mendominasi
MNC yang kemudian disaingi oleh Jerman dan Jepang. Keberlangsungan MNC ini
disokong oleh pemilik modal atau kapitalis untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya. Yang kemudian tidak hanya melakukan aktivitas perdagangan di
seluruh dunia tetapi juga memperluas investasinya di skala global. Bahkan tidak
hanya sekedar memiliki aset di berbagai belahan dunia tetapi juga terlibat
langsung di dalam kegiatan-kegiatan yang memiliki nilai tambah di berbagai
penjuru dunia (Magdoff, 1978: 170-1).
Keberhasilan
AS dalam mengembangkan perusahaan-perusahaan swastanya di dalam skala global
tidak terlepas dari keberadaan institusi moneter internasional yang kala itu
terbentuk, yaitu Bretton Woods System (BWS), dimana hal ini merupakan
pendongkrak kepercayaan diri bagi perusahaan swasta AS untuk semakin
mengembangkan perusahaannya di mancanegara. Karena pada saat itu AS berperan
pula sebagai hegemon dunia, tentu saja power yang dimiliki AS
semakin besar. Hal ini kemudian turut berdampak pada menjamurnya
korporasi-korporasi AS di dalam pasar internasional. Di samping itu, kebijakan
Marshall Plan yang dikeluarkan AS untuk membantu negara-negara Eropa yang
mengalami kerugian pasca perang menciptakan sebuah peluang bagi AS untuk
berinvestasi. Terlepas dari itu semua, kenyataan bahwa teknologi yang semakin
berkembang turut menjadi faktor yang banyak berkontribusi bagi perkembangan
perusahaan yang semakin besar dan meluas (Magdoff, 1978: 171-4).
Peningkatan aktivitas produksi dan perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh
AS ini kemudian berdampak pada semakin meningkatnya kompetisi dari
perusahaan-perusahaan multinasional yang turut merubah bentuk persaingan
monopolistik. Kompetisi yang terjadi ini lantas memicu konsentrasi dan
pemusatan modal pada perusahaan-perusahaan global, dimana perusahaan global
lambat laun semakinterlihat memiliki peran penting di dalam perekonomian dunia
dan sistem kapitalis (Magdoff, 1978: 176-7). Kehadiran MNC ini kemudian
dipandang melemahkan kedaulatan negara, karena MNC tidak dapat dipungkiri
memiliki peran yang besar dalam peningkatan arus ekonomi dan perdagangan dunia.
Di samping itu, negara dinilai telah melemah kapistasnya dalam mengatur tingkat
suku bunga, kebijakan fiskal, dan supply uang. Namun dalam menjaga
keberlangsungannya, MNC pada kenyataannya juga memerlukan kehadiran negara
sebagai pengontrol pasar mereka. Di samping itu, MNC juga membutuhkan
lingkungan masyarakat yang stabil agar dapat terus berjalan. Untuk itu,
keberadaan MNC juga tidak begitu saja dapat dilepaskan dari negara (Magdoff,
1978: 184). Jika ditilik lebih dalam lagi, hal tersebut memang merupakan dampak
yang dibawa oleh sistem kapitalis liberalisme yang menginginkan minimnya campur
tangan pemerintah dalam pasar. Lemahnya kontrol negara ini tampaknya banyak dialami
oleh negara-negara Dunia Ketiga, dimana hal ini kemudian dilihat sebagai pintu
masuk bagi MNC untuk tumbuh (Magdoff, 1978: 187-8).
Dari
paparan di atas, penulis menyimpulkan bahwa MNC muncul sejak dahulu dan
geliatnya semakin terlihat pasca berakhirnya Perang Dunia II, dimana AS
merupakan negara yang berperan besar dalam perkembangan MNC yang kemudian
memiliki peran sebagai agen di dalam ekonomi politik internasional. Menjamurnya
MNC di berbagi belahan dunia lantas dikatakan menyebabkan melemahnya kedaulatan
negara. Sebetulnya keberadaan MNC ini memang hasil dari sistem kapitalis yang
tidak begitu menginginkan banyaknya campur tangan negara. Namun untuk
mengontrol, memang seharusnya ada regulasi-regulasi yang diterapkan oleh negara
dalam pengaturan modal, manajemen, dan sebagainya, agar MNC tidak bergerak
keluar dari sistem yang ada di sebuah negara. Hal ini dilakukan agar MNC dan
negara tetap dapat berjalan beriringan dan dapat saling memberikan keuntungan.
Referensi:
Harry Magdoff, 1978. The Multinational Corporation and Development - A
Contradiction?, dalam Imperialism : From the Colonial Age to the
Present. New York: Monthly Review Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar