Kamis, 04 Desember 2014

Asia Tengah diantara Perebutan Amerika Serikat, NATO, Uni Eropa, Rusia, Cina, dan India.


Asia Tengah merupakan bekas negara raksasa Uni Soviet yang hancur pada dekade awal 90-an. Setelah Uni Soviet berganti menjadi Rusia, perlahan-lahan negara-negara bekas jajahan Uni Soviet tersebut membentuk kawasan Asia Tengah dengan memerdekakan diri menjadi negara-negara Republik, seperti Kazakhstan, Turkmenistan, Kyrgystan, Uzbekistan dan Tajikistan. Asia Tengah kira-kira luas wilayahnya seperempat luas wilayah Rusia. Negara terluas adalah Kazakhstan (2.669.800 km2), Turkmenistan (488.100 km2), Uzbekistan (425.400 km2), Kyrgystan (101.300 km2) dan terkecil adalah Tajikistan (142.000 km2) (Pacicolan 2001).
Masa-masa awal kemerdekaan negara-negara tersebut secara ekonomi keadaannya tidak menujukkan peningkatan yang signifikan sejak zaman pemerintahan Uni Soviet dengan paham komunisnya. Bahkan pasca pemerintahan komunis era globalisasi dan pasar bebas yang berlaku di sebagian negara-negara di dunia tidak dikenal di wilayah ini. Menurut studi Bank Dunia, Asia Tengah saat itu keadaannya tidak lebih baik dari pada masa komunisme. Standar kesehatan dan pendidikan yang buruk mengakibatkan kemunduran atau penurunan dalam Gross Domestic Product (GDP), kecuali negara-negara kaya minyak seperti Kazakhstan, namun kemakmuran serta serta perkembangan ekonomi tidak menyebar rata ke semua negara di kawasn ini (Maynes 2003: 122).
Namun demikian, meskipun secara ekonomi wilayah ini dapat dibilang cukup stagnan, wilayah Asia Tengah menyimpan sebuah daya tarik tersendiri bagi negara-negara besar di dunia. Secara historis, sejak abad ke-19, wilayah ini sudah menjadi wilayah yang diperebutkan diantara negara-negara besar jika dilihat dari segi geografisnya yang memiliki letak yang potensial terutama dalam hal jalur perdagangan. Asia Tengah merupakan salah satu kawasan ‘jembatan’ antara Eastern dan Western yang berbatasan langsung dengan  China di sebelah barat dan Eropa di Timurnya sehingga selalu menjadi penting dan strategis sebagai jalur vital yang menghubungkan Eropa dan Asia. Jalur sutra di utara di era modern saat ini merupakan wilayah yang melewati Kyrgystan, Kazakhtan, Uzbekistan, Turmeniztan, Iran, Iraq, Syria, Turki dan selanjutnya terus ke Benua Eropa.
Terdapat beberapa faktor yang menjadikan Asia Tengah sebagai wilayah strategis bagi negara-negara di dunia, yakni yang paling signifikan adalah faktor geopolitik yang berkaitan dengan perebutan sphere of influence, terutama setelah adanya War on Terror, secara budaya dan agama yang berkaitan dengan stabilitas dalam region dan secara ekonomi yang berkaitan dengan banyaknya sumber daya alam minyak dan gas.
Secara geopolitik, ketika bekas negara Uni Soviet tersebut merdeka dan menjadi new continent, saat itu Rusia masih diapit oleh krisis ekonomi sehingga mengurangi powernya dalam lingkup kawasan Asia Tengah. Terjadilah kekosongan kekuasaan (vacuum of power) selama beberapa periode, yang mengundang kekuatan asing yang berkepentingan di wilayah itu. Pada masa kontemporer seperti sekarang ini, maka Asia Tengah yang juga berbatasan dengan Asia, Eropa serta Russia, tidak mengherankan bahwa perebutan kekuasaan di kawasan ini banyak terjadi, hal ini tidak lain adalah demi mendapatkan pengaruh yang di mata banyak actor merupakan wilayah yang cukup influential.
Secara budaya dan agama, Asia Tengah memang merupakan wilayah yang kental dengan sejarah Islam, banyak peninggalan-peninggalan sejarah dan tokoh-tokoh Islam. Sejak memerdekakan diri dari Uni Soviet, perkembangan agama Islam di negara-negara Asia Tengah seperti mengalami revival (Asruchin 2009). Dapat dilihat bahwa meskipun kawasan ini identik dengan banyaknya negara yang menganut Islam, namun secara geopolitik kawasan ini tidak sedilematis dan tidak sekonfliktual kawasan Timur Tengah yang saat ini memang mengalami gejolak demokratisasi.
Dari segi ekonomi, Asia Tengah memiliki potensi yang besar, yaitu perannya sebagai jembatan antara Eropa dan Asia serta potensi sumber daya alam. Kawasan wilayah Asia Tengah yang terdiri dari Azerbaijan, Uzbekistan, Kazakhstan dan Turkmenistan, secara keseluruhan memiliki deposit kandungan minyak yang sangat besar, yaitu kedua terbesar di dunia setelah Timur Tengah (Asruchin 2009). Asia Tengah juga memiliki 0,7 atau sebesar 2,52 juta barel/hari dibanding negara-negara produsen OPEC yang memiliki 3,6 juta barel per harinya. Terdapat negara-negara seperti Kazkhstan, Turkmenistan, Tajikistan dan Kyrgistan memiliki sumber mintak yang sangat melimpah luah. Dari energi hidrokarbon, wilayah Kaspia memiliki cadangan hidrokarbon besar yang belum tersentuh. Cadangan gas terukur di Azerbaijan, Uzbekistan, Turkmenistan, dan Kazakhstan lebih dari 236 triliun kaki kubik. Sedang cadangan gas alamnya mencapai 3000 milyar ton, menempati urutan ketiga di dunia. Gas alam Azerbaijan bersama sumber-sumber gas dari Laut Kaspia dan Timur Tengah, berpotensi membuka koridor baru untuk memasok gas ke Eropa dalam beberapa tahun mendatang (Jones 2012). Sedangkan dalam cadangan uranium, dan emas, Asia Tengah juga memiliki jumlah yang sangat besar dan merupakan produsen kapas terbesar di dunia. (Haiyun 2001:17)
Laut Kaspia yang juga merupakan kawasan di sekitar negara-negara kawasan Asia Tengah yang memiliki sumber daya alam minyak dan gas alam yang tinggi di dalamnya. Laut Kaspia terletak di antara Azerbaijan, Iran, Kazakhstan, Russia dan Turkmenistan. Selain karena kepemilikan sumber daya alam minyak yang besar di Laut Kaspia, kawasan tersebut menjadi penting karena beberapa keunggulan, diantaranya yang pertama, jika dilihat dari segi geografis, Laut Kaspia merupakan jalur hubungan komunikasi antara benua Eropa dan Asia yang lebih dikenal sebagai Eurasian Pearl. Dapat disebut demikian karena Laut Kaspia dapat menyediakan kesempatan transportasi barang maupun penumpang antara negara-negara kawasan tersebut, serta menjadi kawasan strategis sebagai rute transit yang besar bagi Eropa, Arab Saudi, Asia Timur serta wilayah selatan Laut Kaspia. Kedua, Laut Kaspia memiliki reputasi yang sangat baik dalam aspek perikanan dan menyediakan banyak kesempatan kerja bidang tersebut. Serta yang terakhir adalah Laut Kaspia juga memiliki kualitas caviar yang baik sebagai makanan mewah dan menjadi representasi kemakmuran.  (Arvanitopoulos 2008)

Hubungan Amerika Serikat dan Asia Tengah
Secara geopolitik, masuknya pengaruh Amerika Serikat di Asia Tengah adalah untuk mencegah munculnya kembali “ideologi ekpansionisme Rusia yang radikal”, hal ini juga demi mencegah atau mengisolir konflik yang terjadi seperti adanya Asia Tengah sebagai buffer zone dari terorisme; secara agama dan budaya adalah untuk mencegah gerakan radikal anti-barat dalam bentuk Islam politik; dan tentunya secara ekonomi membolehkan Amerika Serikat untuk berperan dalam pembangunan ekonomi, khususnya akses pada bahan mentah (Malik 1994: 130)
Amerika Serikat dalam hal ini memiliki kepentingan minyak yang besar terhadap negara-negara kawasan Asia Tengah dikarenakan adanya dorongan kebutuhan konsumsi Amerika Serikat akan minyak yang semakin meningkat, bahkan pada tahun 1991 Amerika Serikat mengkonsumsi hingga 17 juta barrel per harinya. Dalam bidang ekonomi, terdapat sumber energi potensial di Laut Kaspia yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan industri AS. Akan tetapi, sebagai landlocked countries, kawasan sekitar laut Kaspia terisolasi, menjadikannya sulit untuk mendistribusikan sumber-sumber energi ini untuk dapat mencapai pasaran dunia. Oleh karena itu, tidak heran terdapat perlombaan diantara beberapa negara untuk membangun jalur minyak yang paling strategis. Kepentingan Amerika Serikat untuk memiliki power dalam pengangkutan minyak kemudian terbentuk dengan adanya inisitif membentuk oil pipeline yakni Turkmenistan-Afghanistan-Pakistan (TAP) dan Trans Caspian Pipeline (TCP).
Selain itu, kawasan Asia Tengah digunakan oleh Amerika Serikat sebagai kawasan pembendung sphere of influence komunis Rusia agar tidak semakin menyebar. Dengan dalil reformasi politik dan ekonomi, pada dasarnya, Amerika ingin mendorong demokratisasi dan dari institusi politik dan membangun sebuah sistem perekonomian pasar bebas agar tidak menghalangi investor dan pedagang asing, termasuk AS. Hal ini juga akan sekaligus membendung pengaruh negara superpower lainnya seperti Russia. Namun, sayangnya reformasi berjalan lambat dengan banyaknya pemimpin negara di kawasan Asia Tengah yang menolak reformasi ekonomi yang ditawarkan AS seperti pemerintah Turkmenistan, Uzbekistan, Kyrgistan, Tajikistan dan  Kazakhstan yang masih tidak terdapat freedom of speech. Sejak tahun 1997 ketika AS mulai memprioritaskan kawasan ini dengan kebijakan New Central Asia Strategy (Rall 2006:3).  Dalam strategi ini, AS berusaha membantu negara-negara baru merdeka di Asia Tengah untuk dapat keluar dari pengaruh Rusia dan benar-benar merdeka. Untuk megimplementasikan strategi ini, secara ekonomi AS berusaha menjadikan kawasan ini sebagai basis suplai energinya yang baru, dengan menanamkan investasi, bantuan ekonomi, dan pembangunan. Secara militer AS mulai memberikan bantuan militer berupa peralatan, pelatihan personil militer, latihan militer berkelanjutan dan akhirnya berusahan mendirikan pangkalan militer disana seperti yang telah dibuat di Manas, Kyrgyztan yang dinamakan ‘Peter J. Ganci’ (Hayun 2001:17).
Semenjak peristiwa pengeboman gedung World Trade Center dan Pentagon pada 11 September 2001, Amerika Serikat kemudian juga berfokus pada kebijakan War on Terrorism untuk mencegah agar negara kawasan tersebut tidak menjadi tempat perlindungan para teroris. Dengan demikian, Amerika Serikat juga dapat mencapai kepentingan nasionalnya dengan menjaga stabilitas keamanan regional dari aksi-aksi terorisme karena dirasa banyak negara Asia Tengah yang memiliki cadangan uranium yang besar, sehingga dikhawatirkan hal tersebut akan disalahgunakan oleh teroris untuk melakukan tindakan kriminal hingga mengenalkan nilai-nilai demokratisasi dan hak asasi manusia, sehingga diharapkan akan terjadi reformasi pada beberapa negara kawasan Asia Tengah yang dianggap tidak demokratis oleh Amerika Serikat.
Selain itu juga terdapat kooperasin dengan negara Asia Tengah mengenai War on Terrorism hal ini juga terdapat imbalan ekonomi jika mendukung perang AS melawan terorisme menjadi motivasi negara-negara kawasan Asia Tengah, karena situasi ekonomi kawasan tersebut (kecuali Kazakhstan) sulit pulih dari krisis paska lepas dari Soviet tanpa bantuan asing. Bantuan ekonomi AS berkontribusi besar (Sulaiman 2002: 85) meski tarif untuk menyediakan pangkalan militer juga merupakan sumber pendapatan tersendiri bagi negara-negara tersebut. Negara-negara Asia Tengah juga membutuhkan bantuan untuk mengekspor barang-barang dan sumber daya alamnya agar bisa menembus pasar internasional karena wilayahnya terisolasi (Sadia 2002:86).

Hubungan Asia Tengah dengan NATO
North Atlantic Treaty Organization sejatinya merupakan organisasi yang mengusung collective defense yang berarti bahwa serangan terhadap salah satu negara anggota berarti merupakan penyerangan terhadap seluaruh NATO. NATO sendiri memiliki kepentingan terkait pembendungan terorisme di wilayah Asia Tengah, terutama di wilayah Afghanistan yang di mana Amerika Serikat telah mengintervensi atas dasar War on Terrorism. Kepentingan NATO di wilayah tersebut adalah demi mengangkut sejata dan peralatan militer lainnya ke dalam wilayah Afghanistan.
Saat ini, negara di sekitar Afghanistan banyak yang menutup perbatasannya seperti Pakitastan yang telah memblokade NATO untuk rute transit sejak awal tahun 2012. Sebenarnya, Pakistan merupakan rute paling murah dan mudah untuk keluar dari Afganistan. Namun rute ini tertutup untuk NATO sejak enam bulan lalu. Biaya untuk rute Pakistan berkisar sekitar 250 dolar AS per truk. Saat truk melewati rute utara dapat menelan biaya hingga 1.200 dolas AS per truk. Selama negosiasi dengan Pakistan, pejabat AS dan NATO mengatakan bahwa Pakistan ingin menaikkan biaya transit sebesar 5.000 dolar AS per truk. AS terus melakukan negosiasi untuk pembukaan jalur selatan itu. (Lingga 2012)
Oleh karena itu, saat ini Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah membuat kesepakatan dengan Kazakhtan, Kyrgyzstan dan Uzbekistan (Asia Tengah) untuk menggunakan wilayah ketiga negara itu dalam mengevakuasi peralatan militer dari Afghanistan. Sementara itu, dikutip dari Aljazeera, aliansi yang bermarkas di Brussels akan berunding dengan Rusia mengenai kemungkinan dipakainya bandara Vostochny (Lingga 2012).

Hubungan Asia Tengah dengan Uni Eropa
Uni Eropa juga turut memiliki kepentingan di wilayah Asia Tengah. Secara garis besar ini terrangkum dalam faktor militer dan ekonomi. Pada tahun 2008, negara-negara Uni Eropa membutuhkan 320 bcm gas impor, dan diproyeksikan angka tersebut meningkat menjadi lebih dari 500 bcm pada 2035 (mengalami lonjakan 58%) (Jones 2012). Oleh karena itu, tidak heran Asia Tengah yang telah disebutkan sebelumnya memiliki banyak cadangan minyak dan gas alam menjadi mitra yang dipandang sangat potensial. (Hutabarat 2012). Masuknya gas dari Azerbaijan akan membantu negara-negara Eropa memenuhi kebutuhan impor mereka, khususnya untuk pembangkit listrik. Berdasarkan laporan dari Wakil Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA), Richard Jones, dalam kunjungannya ke Azerbaijan dan Kazakhstan, ekspor minyak dan gas dari wilayah Kaspia diperkirakan meningkat dua kali lipat dalam 25 tahun mendatang. Richard Jones berpendapat bahwa ekspor gas dari Azerbaijan dan negara-negara Kaspia lainnya akan memiliki dampak positif pada keamanan energi di Eropa dan Cina (Jones 2012).
Dari segi militer, hubungan pertahanan regional banyak dimanifestasikan dalam hubungan antara NATO dengan Asia Tengah serta beberapa intervensi yang telah banyak terjadi seperti di negara Afghanistan. Namun sebenarnya, dalam setiap manuver militer yang dilancarkan seperti ke Afghanistan dengan dalih adanya Taliban sebagai kelompok Islam Radikal yang memicu aksi terorisme dalam pemboman di WTC, maupun invasi militer ke Irak dengan dalih Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah missal(Weapons of Mass Destruction), menurut penuli tujuan strategis yang sebenarnya adalah mengincar dan mencaplok kekayaan minyak yang terkandung di Afghanistan dan Irak.

Hubungan Rusia dengan Asia Tengah
Paska kolapsnya Uni Soviet, pengaruh Uni Soviet dalam Rusia masih sangat kental. Wilayah di Asia Tengah sarat dengan disintegrasi dan upaya untuk menciptakan imajinasi geopolitik yang mendukung konstruksi identitas tunggal. Pembentukan identitas tunggal ini telah menjadi inti arah kebijakan luar negeri yang dikampanyekan oleh Putin sejak tahun 1991. Implementasinya ialah Rusia menginisiasi pembangungan pemukiman Rusia yang memiliki sasaran untuk reunifikasi serluruh orang-orang Rusia dan Slavia Timur, Belarus, Utara Kazakstan (Utara Siberian) (John O’Luoghlin dan Paul F Talbot, 2005: 24). Dengan megharapkan adanya identitas tunggal Russia memiliki asumsi bahwa negara-negara Asia Tengah tidak akan mudah memiliki aliansi dengan negara lain. Kepentingan tersebut juga didorong oleh kepentingan Rusia untuk mensukseskan kebijakan Grand Russia Project yang berkeinginan untuk menyatukan kembali pecahan negara-negara bekas Uni Soviet menjadi satu kembali di bawah naungan Rusia.

Dalam rangka penguasaan sumber daya alam minyak di kawasan tersebut pun, Rusia juga mengadakan berbagai kerja sama dengan negara-negara kawasan Asia Tengah Pada Desember 2007, Rusia berhasil membuat kesepakatan dengan Kazakhstan dan Turkmenistan untuk membangun sebuah jaringan pipa gas baru sepanjang pantai timur Kaspia menuju Rusia. Rusia juga mengklaim bahwa Laut Kaspia merupakan kawasan inland lake dan bukan merupakan closed sea, yang memiliki konsekuensi bahwa kawasan tersebut bukan merupakan subjek hukum dari Law of The Sea oleh karena itu eksploitasi yang dilakukan di kawasan tersebut harus melalui kesepakatan kelima negara yang berada di sekitarnya. Hal ini sebagai bentuk pembendungan agar Amerika Serikat tidak dengan serta merta dapat mengeksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut. Dengan demikian, Rusia juga selalu berusaha untuk menghindarkan kawasan-kawasan Asia Tengah (terutama di sekitar Laut Kaspia) dari sphere of influence Amerika Serikat, karena Rusia khawatir jika kawasan tersebut tidak dibendung secara cepat, maka kemudian Amerika Serikat akan memiliki kekuatan dan aset besar yang dapat mengancam keamanan Rusia sendiri.

Hubungan China dengan Asia Tengah
China dan Asia Tengah mempunyai perbatasan langsung di sekitar Propinsi Xinjiang. Propinsi ini telah lama mengalami konflik dengan etnis lain di China terutama etnis Han yang merasa ‘memiliki’ China. Suku Uyghur dan China Muslim yang disebut Hui, yang banyak tinggal di profinsi ini lebih banyak menganut Agama Islam dengan kecenderungan budaya pada Asia Tengah, Uyghur dan Hui dipandang sebagai bukan orang China dan merupakan etnis kelas bawah. Uyghur dan Hui yang secara kultur lebih dekat dengan Asia Tengah sangat mungkin menerima bantuan dari negara-negara Asia Tengah yang secara langsung mempunyai perbatasan darat dengan Xinjiang. Maka dari itu, isu separasi juga pernah santer bergulir di provinsi tersebut. Untuk itulah China melakukan beberapa upaya untuk meredam konfrontasi ini. Selain dengan menjadikan Provinsi Xinjiang sebagai Special Autonomous Region, pemerintah China juga selalu menjaga hubungan baik dan menyambut hangat tawaran kerjasama dengan negara-negara Asia Tengah. Dalam hal ini, geopolitik China secara sosial berupa peredaman tensi dan merupakan upaya preventive diplomacy dengan Asia Tengah agar turut menjaga stabilitas negaranya terutama dalam kasus Provinsi ‘Asia Tengah’ Xinjiang (Sutter 2008). Bagi China, hal ini merupakan sebuah keuntungan, mengingat Asia Tengah yang berbatasan langsung dengan provinsi Xinjiang, secara sosial, budaya, dan politik memiliki pengaruh yang besar bagi provinsi tersebut. Selain itu, secara ekonomi kawasan Asia Tengah juga telah memiliki sejarah ekonomi yang panjang dengan China, mengingat keduanya sama-sama dilalui oleh Jalur Sutra sebagai jalur perdanganan penting pada masa lalu (Sutter 2008). Demi menanamkan pengaruh ideologinya dan membendung pengaruh rival dari Cina seperti Amerika Serikat, berdirinya Shanghai Cooperation Organisation pada 2001 dengan keanggotaan sebagian besar berasal dari negara-negara Asia Tengah disinyalir sebagai proyeksi strategis China di kawasan tersebut sebagai usaha turut mengisi kekosongan kekuasaan pasca runtuhnya Soviet.
Dengan banyaknya negara penyuplai minyak yang merupakan isolated country secara geografis maka tidak heran Beijing berambisi membangun jalur kereta api sebagai prasarana angkutan migas bagi kelancaran kebutuhan jangka panjang energy. Pada Juli 2005, Cina menandatangani sebuah declaration of strategic partnership dengan Kazakhstan yang memiliki agenda pembangunan jalur pipa sejauh 1300 km melalui Atasu hingga Alashankou untuk mentransportasi sekitar 10 juta ton minyak dari pantai kaspia Kazakhstan menuju Propinsi Xinjiang di China dan pipeline ini telah mulai beroperasi sejak Oktober 2009 (Luong 2003: 136). Sebelum 2009, rute bagi para eksportir gas di Asia Tengah harus melalui Rusia. Namun, dengan 7.000 km pipa gas baru ke China, China memiliki pengaruh kuat pada tren Kaspia pada produksi gas dan perdagangan, baik sebagai sumber investasi maupun sebagai pasar ekspor utama (Jones 2012). Sebuah jaringan paralel pipa gas alam juga tengah dibangun menuju ladang-ladang di Uzbekistan dan Turkmenistan. Selain itu, telah dikabarkan bahwa akan terdapat Jalur Kereta Api yang akan menjadi jaringan transportasi Asia Tengah-Uni Eropa dan Inggris. Cina dengan kemajuan ekonominya bertekad menyiapkan sarana transportasi KA penyambung negerinya dengan Asia Tengah, bahkan ke Eropa (dan Afrika). Sehingga secara riil dan geografis, jalur itu dapat disebut sebagai Jalan Sutera Baru Abad ke-21 (The New Silk Road of 21 st Century) dan akan menjadi basis ekonomi Asia Tengah, Rusia, serta Uni Eropa (Pehrson 2004).

Hubungan India dengan Asia Tengah
Bagi India, kawasan Asia Tengah merupakan wilayah yang penting untuk dirangkul kedalam kerjasama. Kawasan Asia tengah, bukan hanya karena wilayah yang, secara geografi, dekat dengankawasan India atau juga karena India memiliki hubungan sejarah dan kultur dengan Asia Tengah,namun India dan Asia Tengah sama-sama menjadi negara atau kawasan yang berupaya untukmelawan aksi terorisme yan mengatasnamakan gerakannya sebagai “jihad”. Kerjasama keamanan diantara India dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia Tengah, seperti dialog tentangkeamanan, dan juga kesepakatan untuk melakukan latihan bersama angkatan bersenjata India dengan negara-negara Asia Tengah.
Dari segi ekonomi, India juga tertarik mengeruk kekayaan sumber daya alam dari Asia Tengah dengan mencari kesempatan dalam mendapatkan impor gas dari Turkmenistan melalui pipa Turkmenistan-Afghanistan-Pakistan-India.
Dalam bidang keamanan regional, India mendorong negara-negara di kawasan Asia Tengah untuk saling bekerjasama, karena Asia Tengah menghadapi ancaman transnasional yang serius, umumnya berasal dari Afghanistan. Ancaman itu berupa gerakan kelompok teroris, Islam ekstrimis, penyelundupan narkotika dan senjata. Masalah-masalah politik-agama merupakan alasan pertama negara-negara Asia Tengah bergabung dengan koalisi anti terorisme pimpinan AS yang juga disupport oleh India mengingat mayoritas negara di kawasan itu sering terlibat kekerasan sebagai akibat gerakan Islam domestik, yang mempunyai hubungan dengan Taliban dan Al-Qaeda (Cornell & Spector 2002: 193).

Kesimpulan
Kondisi problematis wilayah Asia Tengah sejak dulu hingga sekarang selalu dinamis. Dulu, Asia tengah menjadi lokasi pertarungan politis dan pengaruh antara kekaisaran Inggris dan Russia pada abad kesembilan belas. Saat ini, wilayah tersebut menjadi perebutan banyak kekuatan eksternal seperti China, Rusia, dan Amerika Serkat dan actor-aktor lainnya. Setelah Perang Dingin berakhir, Asia Tengah menjadi kawasan yang ‘tidak dimiliki siapa-siapa’. Meskipun perang telah berakhir, namun ide-ide ataupun logika Perang Dingin masih sangat kental. Oleh karena itu, focus dari beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Russia serta Cina di Asia tengah adalah ‘mengisi kekosongan kekuasaan’ yang ditinggalkan oleh Soviet. Pada masa ini, jauh setelah Perang Dingin berakhir, logika hubungan internasional lebih mengarah dan mendominasi area ekonomi. Negara-negara Asia Tengah merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah. (Lelyveld 2009)
Terdapat beberapa kepentingan dari actor-aktor eksternal terhadap Asia Tengah. Pertama, Amerika Serikat menginginkan jaminan akses minyak dari Asia Tengah melalui jalur yang dibangun di Irak dan mencegah transportasi minyak melewati Iran. Eropa menginginkan Asia Tengah keluar dari sphere of influnce-nya Rusia sehingga dengan demikian dapat mengurangi hegemoni Rusia sebagai distributor utama minyak ke Eropa, sedangkan NATO dilihat sebagai proyeksi kekuatan militer AS dan sekutunya (Uni Eropa) untuk mendukung gerakan politis yang berkuasa di negara-negara Asia Tengah. Namun secara umum geopolitik di kawasan Asia Tengah sangat dipengaruhi oleh kekakayaan sumber daya minyak dan gas serta jalur pipa gas dan minyak dari Laut Kaspia, negara-negara Balkan dam ketergantungan negara-negara besar dan di sekitarnya terhadap dominasi Rusia sebagai distributor dan supplier gas ke wilayah lainnya, dan isu kemanusiaan dan terorisme sebagai entry point pengaruh dan intervensi kekuatan eksternal di Asia Tengah dan sekitarnya.
Referensi:
Buku dan Artikel dalam Buku
Luong, Pauline Jones. 2003. The Transformation of Central Asia: States and Societies from Soviet Rule to Independence. Cornell University Press. hlm. 136 
  Malik, Hafeez. 1994. Central Asia’s Geopolitical Significance and Problems of Independence: An Introduction. New York: St. Martin Press, hlm, 130
Pacicolan, Paolo.2001. US and Asia Statistic Handbook 2001-2002.Washington D.C.: The Heritage Foundations hlm. 123-127
Rall, Ted.2006.  Silk Road to Ruin: Is Central Asia the New Middle East?. Nantier Beall Minoustchine Publishing hlm. 5
Sutter, Robert G. 2008. “Relations with South Asia and Central Asia”, dalam Chinese Foreign Relations: Power and Policy since the Cold War. Maryland: Rowman and Little Field, hlm. 295-319
Wilson, Andrew. 2009. “Ukraine’s ‘Orange Revolution’ of 2004: The Paradoxes of Negotiation”, dalam Civil Resistance and Power Politics: The Experience of Non-violent Action from Gandhi to the Present. Oxford University Press hal; 295-3
Artikel Jurnal dan Jurnal Elektronik
Cornell, Svante E. and Regine A. Spector. 2002. Central Asia More than Islamic Extremist. The Washington Quarterly, Vol.25/No.I, Winter, hlm. 193
  Haiyun, Wang. 2001. The Security Situation In Central Asia.  International Strategic Studies, No.1, January hlm. 17
Maynes, Charles William.2003.  America Discoves Central Asia. Jurnal Foreign Affairs, Vol. 82/No.2, March/April 2003 hlm. 122
Sulaiman, Sadia. 2002. The Role of Central Asia in War Against Global Terrorism: Futuristic Apprisal. Strategic Studies, Vol.XXII/No.2, Summer, hlm. 86
Media Massa Online
Arvanitopoulos, Constantine. 2008. The Geopolitics os Oil in Central Asia. [online] dalam  http://www.hri.org/MFA/thesis/winter98/geopolitics.html.[diakses pada 27 Juni 2012]
Asruchin, Muhammad. 2009. Dinamika Asia Tengah. [online] dalam  http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/49-juni-2008/407-dinamika-asia-tengah.html [diakses pada 27 Juni 2012]
Hutabarat, Leonard. 2012. Kepentingan Geostrategis UE di Eurasia. [online] tersedia dalam http://kompas.com/kompas-cetak/0709/18/opini/3853957.htm [diakses pada 28 Juni 2012]
Jones, Richard.2012. Potensi migas negara negara Kaspia. [online] dalam http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/4279-potensi-migas-negara-negara-kaspia.html [diakses pada 27 Juni 2012]
Lelyveld, Michael. 2009. Perpanjangan Tangan China. [online] dalam http://erabaru.net/opini/65-opini/8711-perpanjangan-tangan-china [diakses pada 27 Juni 2012]
Manafe, Aco. 2012. Dunia Bergantung Energi Asia Tengah. [online] dalam  http://koranjakarta.com/index.php/detail/view01/93665 [diakses pada 27 Juni 2012]
Pehrson, Christopher J.2004. String of Pearls: Meeting the challenge of china’s rising power across the Asian littoral. [online] dalam http://www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pdffiles/PUB721.pdf [diakses pada 27 Juni 2012]

Permaesti, Lingga . 2012. NATO akan Keluar dari Afghanistan Lewat Asia Tengah. [online] dalam  http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/12/06/05/m54z9h-nato-akan-keluar-dari-afghanistan-lewat-asia-tengah [diakses pada 27 Juni 2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar